Kembang Liar Dari Madiun



Sesuai dengan perkiraanku, suatu hari, pukul 6.30 pagi, di minggu terakhir bulan Mei, kembali aku mendengar ketukan di pintu yang disusul suara salam yang lembut. Aku yakin itu suara Anneke, si kembang dari Madiun yang selama hampir 3 minggu terakhir membuat hatiku demikian menderita, limbung dan sangat merindukannya. Aku yang saat itu sedang membuat minuman untuk sarapan Mas Adit, bergegas ke depan membuka pintu. Dan Anneke langsung menghambur dan memelukku dengan sangat eratnya.
"Mbak Marini, aku kangen banget", diciumnya pipi dan ujung bibirku dengan penuh kegemasan.
Dia juga peluk Mas Adit yang kakak sepupunya. Kami langsung ajak Anneke untuk makan pagi bersama.

Anneke membawa kembali pula keindahan, kecantikkan dan sensualnya. Rasanya rumahku langsung menjadi cerah. Matahari pagi menerpa bunga-bunga di tamanku. Kupu-kupu dan kumbang beterbangan riang mengawinkan kepala putik dengan bunga sarinya untuk mengambil madunya. Sayap-sayap lembutnya kesana-kemari memotong-motong berkas cahaya matahari yang jatuh ke rerumputan basah embun pagi. Nampak setangkai kecil bunga rerumputan liar terjaga memercikkan tetes bening embun paginya. Anneke langsung menyejukkan hatiku yang duka lara. Kami ngobrol dan bercanda hingga Mas Adit siap untuk berangkat ke kantornya.

Saat aku di kamar untuk sesuatu hal Anneke masuk dan memberikan sebuah bungkusan indah.
"Oleh-oleh khusus buat Mbak".
Tanpa menunggu ucapan terima kasihku, dia langsung berkelebat meninggalkan kamar untuk menemani Mas Adit yang sedang membaca koran pagi di ruang depan. Aku penasaran, kubuka oleh-oleh Anneke itu. Kurang ajar si Anneke ini. Kutemui dalam bungkusan indah itu celana dalam dan BH kumal dengan bau kecut dan pesing yang menyengat dengan secarik kertas bertulisan.
"Mbak Marini yang jelita, Ini celana dalam dan BH baru, lho. Aku telah memakainya selama 1 minggu tanpa pernah aku lepas hingga pagi tadi sesaat aku turun dari KA dan langsung ke toilet di Stasiun Gambir. Menurut mbah dukun, ini sangat manjur untuk mengobati tangan Mbak yang sakit karena cubitanku tempo hari. Semoga bisa menyembuhkan secara kilat. Anneke, yang terus menerus merana dalam kerinduan pada Mbak Marini", Wow..
Cepat kudekapkan gombal-gombal itu ke dadaku, kutengok ke pintu nggak ada orang, kemudian kubekapkan celana dalam pesing dan BH kecut itu ke hidungku dan kuhirup dalam-dalam baunya. Oohh, Anneke-ku.

Tepat padap pukul 7.30 Mas Adit meninggalkan rumah menuju kantornya. Sesudah mobilnya menghilang di belokan gang, Anneke menarik tanganku untuk segera masuk rumah. Begitu menutup pintu depan kami langsung berpagutan dalam gairah birahi dan kerinduan yang menyala-nyala.

Anneke mendorong aku hingga sama-sama rebah ke sofa ruang tamu. Tangan-tangan kami langsung menggerilya bagian-bagian sensual tubuh kami. Kerinduan selama 3 minggu ingin kami tebus dan tumpahkan saat itu pula. Tetapi aku ingat Anneke pasti lelah sesudah perjalanan semalaman. Aku ajak dia untuk menyimpan sebagian besar kerinduan ini untuk kita tumpahkan nanti sesudah bugar kembali. Kuraih tangannya menuju ke dapur. Banyak yang menyenangkan di sana untuk kita kerjakan berdua.

Di dapur Anneke bertanya, apakah sakit akibat cubitan di tanganku sudah sembuh.
"Aku langsung buka hadiah cintamu, aku tengok kanan-kiri nggak ada orang, aku bekapkan ke hidungku dan kuhirup dalam-dalam aroma parfum Madiunmu, uh, seketika lenyap seluruh penyakitku".
Anneke tertawa tergelak-gelak. Sampai saatnya makan siang kami di dapur dan membenahi rumah sambil terus melempar bermacam humor dan tawa. Sesekali bibirnya mendarat di bibirku dan bibirku mendarat di bibirnya. Sambil membersihkan isi lemari esku Anneke membanggakan masakan Koreanya, sisa daging has-ku dia buat "bulgogi", fillet kakapku dirubah jadi "modum unthang" atau sayur kakap merah untuk penyegarnya dia buat "kimchee", acar sawi putih. Dia memang senang masak. Siang itu kami kembali pesta kecil. Kuhabiskan berbagai juice buah yang tersisa. Anneke segar kembali, tak nampak sisa-sisa perjalanannya.

Usai makan siang sambil memberikan kesempatan makanan turun ke lambung kami ngobrol di ruang keluarga. Kami duduk berhimpit saling merangkul pinggul. Kuamati wajah manis Anneke, aku mempertanyakan kenapa sih, wajah manisnya selalu saja membayang di mataku. Kuraba tulang pipinya yang meninggi kemudian lekuk pertemuan antara hidung dengan bibirnya yang sangat sensual, kemudian pinggiran bibirnya yang mencuat seksi banget. Saat ujung jariku sampai di tepian bibirnya itu tiba-tiba mulutnya cepat mencaplok jariku dan menggigitnya, aku berteriak kesakitan sambil mencubit geregetan pada paha Anneke. Ganti dia yang berteriak kesakitan dan lari menghindar. Aku bangkit menyusulnya. Anneke lari menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya ke ranjang. Aku menyusulnya dengan menindihnya serta langsung memagut lehernya. Dia mendongak kegelian. Tangannya menahan tubuhku tetapi kemudian berlanjut untuk memelukku. Kami bergumul. Pagutan di lehernya tak kulepaskan hingga dia mendesah dan merintih penuh kenikmatan birahi.

"Mbak Marini ngangenin banget, sih".
Sambil mengangkat sedikit tubuhku untuk menggeser lumatan bibirku dari lehernya ke bibirnya. Dan arus birahi kami mulai saling mengalir. Kami mulai melumat bibir-bibir kami. Kami saling bertukar lidah dan ludah. Erangan dan desahan menggiring nafsu birahi kami mengalir lembut seirama kecupan-kecupan antar mulut kami. Dan aku merasakan kini saatnya untuk melepas semua dendam dan luka rindu yang telah menumpuk sepanjang 3 minggu sejak kepulangannya ke Madiun. Kulepasi kancing-kancing dan kulucuti blus dan BH-nya, kulepasi kancing dan resluiting jeans-nya kemudian kuperosotkan sekaligus berikut celana dalamnya dan kutarik lepas dari tungkai kakinya. Dia juga melucuti pakaianku hingga kami sama telanjang bulat.

Walaupun aku sudah sering mengamatinya saat mengintip di pintu kamar mandinya tetapi kini saat aku langsung bisa menyentuhnya aku amat terpesona dengan pahanya yang sangat sensual. Guratan besar yang seakan muncul hanya dengan sekali tarik dari kuas pelukis membentuk kontras kontur paha Anneke diatas lembaran sprei ranjangnya yang ungu tua yang kupasang sebelumnya. Keindahannya melaju tanpa putus hingga ke lututnya dan terus melaju ke betisnya. Aku sebut saja pesona tungkai perawan Anneke.

Kemudian aku kembali melumat lehernya dengan sedikt kudorong agar memiringkan tubuhnya. Aku menciumi kuduknya kemudian menggeser ke belakang telinganya.
Aku membisikkan kerinduanku, "Anneke, ijinkan aku melumati setiap pori tubuhmu.., aku sangat merindukan kamu..".
Dia tahu aku demikian menderita merindukan dia. Dan dia tahu saat ini aku ingin bertindak dominan atas dia. Dia hanya mengangguk. Dia menyimpan suaranya untuk lebih memusatkan rasa nikmat jilatan dan kecupan bibirku pada belakang telinganya yang kemudian menyisir kembali ke kuduknya.

Kecupan dan jilatanku turun ke bawah hingga punggungnya dan belikatnya. Aku rasakan gelinjang Anneke yang meggeliat menahan kegelian yang menderanya. Aku ingin benar-benar melumat setiap pori di tubuhnya tanpa ada yang kelewatan. Untuk sementara aku hentikan eksplorasi bagian atas tubuhnya. Aku melata turun dari ranjangnya. Aku merosot ke lantai sambil meraih sebelah tungkai kakinya yang jangkung panjang itu. Aku ingin memberikan kenikmatan tertinggi untuk Anneke..

Bibirku melahap jari-jari kakinya yang sangat lembut itu. Kulumati satu-satu, lidahku menari-nari di celah-celahnya. Anneke langsung menjerit tertahan sambil menarik kuat-kuat kakinya. Namun segala upaya menyingkirkan lumatan bibirku pada jari-jari kakinya takkan kupenuhi. Dekapan kuat tanganku pada tungkainya membuat Anneke harus menyerah walaupun gelinjangnya terus menerus memberontak untuk melepas kegelian yang melanda kakinya itu. Apalagi saat lidah dan bibirku menyisir tumitnya, pinggiran dan permukaan telapak kakinya, tendangan kaki mayoret dan anggota Paskibraka ini nyaris membuatku terpental ke lantai. Dia menggelinjang hebat. Dengan nafasnya yang memburu dia juga bangkit dari tidurnya untuk membebaskan kakinya dari pagutanku. Kepalaku diraihnya untuk dilepaskan dari kakinya tetapi tidak berhasil. Rintihan yang menyayat minta ampun atas nikmat birahi yang melandanya membuat aku sendiri terbawa arus dan tenggelam hanyut oleh gelombang nafsu seksualku.

Kini aku merambat ke betisnya yang sangat aku kagumi indah dan sensualnya. Aku perlakukan betis Anneke bak porselin China. Aku menyentuhkan bibirku dengan lembut kepermukaannya. Saat aku mulai mengecupnya aku perlakukan bak anggur tua dari Chevilla. Saat aku sedikit menggigitnya aku perlakukan bak kulit telor chenderawasih burung dari surga itu. Saat lidahku mulai menjilatinya kuperlakukan bak salju yang turun ke pucuk-pucuk cemara di pegunungan Austria. Pokoknya aku serasa keliling dunia dengan betis Anneke ini. Jangan tanya lagi tentang tingkah dan perlawanan Anneke. Dia benar-benar dihantam badai dahsyat dengan gelombang nikmat birahinya yang tak bertara. Kembali dia bangkit dan merangsek dengan tenaga besarnya untuk menjambak keras-keras rambutku agar kepalaku copot dari pagutan di betisnya ini. Aku tidak menyerah. Rasa sakit dan pedih pada kulit kepalaku tidak mempengaruhi belitan tanganku pada tungkainya. Akan benar-benar kupertahankan dominasiku atasnya agar tak lepas sedikitpun. Aku tahu dia akan menggoreskan torehan luka indah pada kenangan birahinya. Aku tahu kenikmatan yang melanda dia sekarang ini tak pernah dia raih sebelumnya.

Pada gilirannya gigitan, kecupan dan jilatan lidahku merambah ke lututnya. Di sini pori dan kulitnya yang bertumpu pada tulang lutut penuh dengan saraf-saraf peka yang tak boleh begitu saja disentuh sapuan lidah. Dan saat lidahku tak mau tahu, Anneke berguling memutar tubuhnya tanpa mau kompromi lagi. Aku ikut terguling. Kali ini kaki sebelah lainnya benar-benar menendang dan menekan kepalaku. Untung aku bisa mengelak. Dengan sigap kutangkap kaki-kaki mayoret ini. Tubuhku mulai kugunakan untuk menindihnya dan jilatan lidahku kunaikkan ke ujung pahanya. Aku sedikit tambahkan tenaga pada kecupan dan gigitan di ujung pahanya. Aku mau tinggalkan cupang-cupang yang menandai kehadiranku di sana. Dan kali ini Anneke yang sudah putus asa melawanku, tingkahnya melemah.

Ah, Anneke. Kini dia menangis minta agar aku menghentikan perlakuanku padanya. Dia mohon aku sudi melepaskan pagutan-pagutanku. Dia minta agar aku menjauh darinya. Tapi dari tingkah tangannya yang tengah menjambaki dengan penuh gemas rambutku aku pastikan dia sedang memasuki keadaan trans, semacam keadaan setengah sadar yang disebabkan telah hanyut tenggelam jauh dalam ke lubuk nikmat yang paling dalam. Dia bukan ingin aku melepaskan semuanya, tetapi ingin agar aku lebih lebih mengketatkan jeratan dan pagutan-pagutanku. Dia terus menangis dengan tangannya yang terus meremasi dengan gemas rambutku. Situasiku kini lebih tenang.

Kegiatanku bersama Anneke sebelum dia mulai bekerja adalah seks, seks, seks dan seks. Kami benar-benar memuas-muaskan diri tanpa jeda, kecuali menyiapkan makan pagi bersama Mas Adit, nyiram pohon dan bunga di pagi hari, masak untuk makan hari itu. Anneke sendiri melakukan kontak telpon kesana-sini dalam kaitan persiapan masuk kantornya.
Untuk mengisi waktu sementara menunggu masuk kantor barunya Anneke minta aku menemani ke beberapa tempat rekreasi yang sangat dikenal oleh masyarakat di kotanya. Sesudah ke Taman Mini, Dufan dan Sea World di Ancol, dia pengin mengunjungi Pulau Bidadari di Kepulauan Seribu. Dengan se-ijin Mas Adit, pada pagi-pagi hari jam 6.30, kami telah siap di dermaga Marina Ancol untuk diantar speedboat menuju ke pulau Bidadari. Karena hari itu adalah hari kerja tidak banyak tamu yang menuju Pulau Bidadari. Saat naik ke speedboat baru ketahuan hanya ada 2 rombongan, pertama kami ber 2 orang dan yang lain adalah seorang ibu muda dengan 2 putra dan putrinya yang masih remaja. Selama di speedboat kami tidak bisa banyak bicara. Suara mesin dan gelombang yang pecah oleh speedboat kami lebih keras dari omongan kami.

Ternyata perjalanan lautnya sangat pendek. Sekitar 10 menit dari dermaga Marina Ancol kami sudah merapat di dermaga Pulau Bidadari. Dengan gaya pakaian kahs Hawai yang telah kami sandang sejak dari Marina Ancol tadi, kami turun dengan tas cangkingan berisi pakaian cadangan mengikuti petugas yang menjemput kami untuk masuk ke cottage sesuai dengan pilihan kami, sebuah bangunan beratap jerami, berdinding gedek bambu dengan beranda yang santai menghadap ke laut. Nun jauh disana nampak pulau Edam dengan mercu suarnya yang gagah menjulang.

Dengan hanya memakai BH dan lilitan kain berkembang-kembang, kami duduk diberanda bak orang-orang kaya yang sudah memiliki segalanya. Beberapa saat kemudian kami dengar suara kentongan tanda makan pagi telah siap dihidangkan. Ini merupakan paket tour lengkap meliputi sarana transportasi, akomodasi termasuk makan minum 3 kali sehari. Dan nampaknya karena hanya ada 2 rombongan kecil, mereka menyambut kami dengan sedikit lebih dari hari-hari saat banyak tamu memenuhi pulau ini. Hal itu nampak atensi mereka pada setiap tamunya. Saat seperti ini mereka berkesempatan untuk menunjukkan keramahan pelayanannya secara maksimal.

Di ruang makan yang terbuka untuk menikmati panorama dan angin laut kami jumpa lagi teman kami rombongan yang lain, si ibu muda, yang selanjutnya kami memanggil dia dengan Mbak Ambar, dengan putra-putri remajanya tadi. Dan karena memang tidak ada tamu lain, kami langsung saling akrab. Mbak Ambar, yang usianya kuperkirakan sekitar 32 tahunan, nama lengkapnya adalah Ambarwati adalah campuran China Pontianak dan ibunya orang Jawa. Saat ini sedang dia bersama anaknya datang ke Jakarta untuk menghadiri acara hajatan keluarga besarnya. Seperti halnya Anneke selama seminggu di Jakarta mereka mengisi waktu, dengan mengunjungi tempat-tempat rekreasi khususnya rekreasi kelautan yang memang merupakan kesenangan utama anak-anaknya.

Sang ibu menceritakan bahwa anak-anak remajanya itu sangat senang menaiki perahu selancar. Di Pontianak mereka telah berhasil mengumpulkan beberapa piala lomba selancar antar pelajar. Ketika mereka mendengar bahwa pulau Bidadari juga menyediakan pelayanan bagi para pecinta perahu selancar, anak-anaknya minta diajak berkunjung ke pulau ini. Dan kami memang telah melihat, petugas pulau sedang sibuk menyiapkan perahu selancar untuk anak-anak ini. Mereka akan berlatih dan bermain didampingi para pelatih yang disediakan oleh managemen pulau ini. Anak-anak itu nampak sudah tidak sabar untuk selekasnya terjun ke laut. Dan sang ibu nampak sangat bahagia melihat semangat anak-anaknya dan merasa aman karena pelayanan pulau Bidadari yang ramah, lengkap dan aman.

Aku dan Anneke sendiri lebih memperhatikan ibunya. Kami sepakat untuk berpendapat bahwa ibu muda yang saat ini memakai celana pendek dan blus katun casual yang putih bersih kecantikkannya cukup mempesona. Kulit Pontianak yang banyak dipengaruhi kulit China itu sangat nampak pada penampilan mereka. Sesudah selesai sarapan dan ngobrol sana-sini kami berpisah. Aku dan Anneke berniat mengelilingi pulau. Kami dapat petunjuk dari petugas untuk mengikuti jalan setapak kalau ingin mencapai beberapa obyek dan lokasi yang menarik di seputar pulau itu.

Sesudah agak menjauh kami saling memeluk pinggang kami dengan sesekali bibirku mendarat di bibirnya dan bibirnya mendarat di bibirku. Kami menganggap dan merasa perjalanan ini akan menjadi wisata seks dan bulan madu kami. Jalan setapak ini menuntun kami menuju sebuah benteng kuno peninggalan VOC. Tampaknya sangat artistik sekali. Kami menaiki tangga batu bata kuno hingga tiba di sebuah ruangan bulat yang sudah hancur dan terbuka. Terasa sepi di sana. Angin laut menggoyang pepohonan di sekitarnya, dari tempat itu kami melihat jauh ke utara nampak pulau Seribu di kejauhan. Anneke memepetkan aku ketembok Kompeni itu dan melumat bibirku. Aku menyambutnya dengan penuh gairah. Kami saling melumat dan bertukar lidah dan ludah. Tangan-tangan kami saling meremas dan terkadang mencubit kecil atau mencakar bagian-bagian erotis kami. Kami termanjakan oleh suasana di sekeliling kami. Sungguh sangat romantis rasanya.

Kami sedang asyik berpagutan saat suara langkah kaki lembut terdengar, dan saat kami berpaling, ternyata Mbak Ambar, ibu dari 2 remaja itu telah berada di teras benteng tua ini.
"Ehh, maaf, saya mengganggu?", dia nampak kaget.
"Eeh.. nggak, silahkan Mbak", Anneke cepat menyahut.
Aku merasa tertangkap basah. Tetapi Anneke justru tidak, dia bertanya pada ibu cantik itu dengan santai.
"Mau joint?", gila Anneke ini.
Apakah dia sudah memikirkan apa yang dia ucapkan itu? Tetapi yang lebih mengagetkanku adalah jawaban yang disertai senyuman manisnya si ibu muda itu.
"OK, kenapa tidak. Anda berdua sangat cantik dan menarik hatiku. Sejak di speedboat tadi aku sudah berniat untuk mendekati dan bisa enjoy bersama anda", sambil dia mendekat hingga Anneke bisa meraih pinggulnya dan langsung mendaratkan bibirnya di bibir Mbak Ambar, si ibu 2 putri itu.

Aku sepenuhnya mengakui Mbak Ambar ini memang cantik dan memiliki sex appeal yang tinggi. Dan lebih dari itu dia nampak sangat berpengalaman dalam berhubungan seksual dengan sesama perempuan. Pagutan Anneke disambutnya dengan panas. Dia memutar-mutar kepalanya untuk mendapatkan lumatan yang lebih dalam. Dan Anneke mengejutkan aku dengan ke-liar-annya. Tangannya langsung merogoh buah dada ibu itu dan meremasinya. Aku mulai mendengar lenguh dan desahan ibu cantik ini, yang tangannya juga menggapai pantat Anneke dan meremasinya. Aku jadi ikut terhanyut. Tetapi aku mencoba menahan diri untuk tidak melakukan intervensi.

Ketika nampak makin memanas Anneke menghentikan lumatannya dan melepas remasan di buah dadanya. Dia dorong ibu itu untuk ganti memeluk aku. Dan tak urung, aku langsung terlibat dalam nafsu birahi cinta segi 3 bersama mereka. Tangan Mbak Ambar yang langsung merogohi BH-ku dan meremasi buah dadaku membuat aku menggelinjang dalam nikmatnya birahi cinta segi 3 ini. Terus terang bermain cinta ber-3 macam ini bukan hal yang pertama kali buat aku, tetapi melakukan di alam terbuka dan disebuah pulau macam ini merupakan sensasi sendiri yang baru kali ini aku mengalami. Sangat eksaiting.

Anneke tak mampu menahan dirinya. Dilepasinya celana pendek Mbak Ambar dan diperosotkannya hingga ke ujung betisnya hingga tinggal celana dalamnya yang juga putih bersih membungkus bokong sensualnya Mbak Ambar. Anneke langsung menciumi bokong seksi itu. Hidungnya didesak-desakkannya ketepian celana dalam seakan ingin meraup seluruh aroma bokong Mbak Ambar. Mulut Mbak Ambar yang sangat wangi mendesis dan memagut bibirku dengan sangat binalnya. Dia melampiaskan kenikmatan ciuman Anneke di bokongnya dengan cara melumat dalam-dalam mulutku. Dia peluk pundak kemudian punggungku. Dan aku menerima kenikmatan itu dengan langsung mengembalikan kenikmatan pula kepada Mbak Ambar. Tanganku kiriku meraih nonoknya yang kulihat begitu menggunung sementara tangan kananku masih terus meremasi buah dada dan pentilnya. Angin laut Pulau Bidadari menjadi saksi desahan dan rintihan nikmat kami ber-3. Dan di kejauhan sana di tengah laut nampak putra-putri Mbak Ambar sedang mengadu kecepatan perahu selancarnya didampingi pelatihnya.

Ketika akhirnya Anneke melepasi celana dalam Mbak Ambar juga dan menenggelamkan wajahnya ke celah bokongnya, Mbak Ambar tak tahan lagi untuk meraih kepala Anneke, menarik rambutnya dan mendesakkan celah pantatnya agar wajah Anneke lebih dalam tenggelam ke pantatnya. Bokong dan pinggul Mbak Ambar bergoyang maju mundur dan sedikit naik turun menahan kegekian nikmatnya merasakan jilatn dan kecupan Anneke di celah bokongnya itu.

Kami para perempuan kalau dilanda nikmat birahi mulutnya tak bisa diam dengan mengeluarkan suara yang nyaring bernada tinggi. Kini di tengah bangunan tua VOC dan hutan kecil di Pulau Bidadari ini 3 suara perempuan yang ditimpa nikmat birahi saling bersahutan bak burung-burung pipit mencari sarangnya. Dan aku menyusul dilanda ketidak sabaran pula. Merasakan remasan tanganku pada jembut Mbak Ambar yang demikian rimbun melebat menutupi nonoknya yang menggunung aku menjadi sangat tergoda. Aku bergerak jongkok untuk menciuminya.

Aku langsung membenamkan wajahku ke selangkangan Mbak Ambar dan bibirku menjemput nonoknya yang tersembunyi di balik jembutnya yang tebal ini. Seketika hidungku menyergap bau nonoknya yang sangat wangi itu. Lidahku berusaha mencari kelentitnya untuk aku isap dan jilati. Aku bisa membayangkan bagaimana derita nikmat yang harus di tanggung Mbak Ambar saat di pantat belakang wajah Anneke terbenam di sana dan di selangkangannya aku terbenam di situ. Tangan kanan meremasi rambut Anneke dan tangan kirinya meremasi rambutku. Dia mendesah dengan hebatnya sambil pinggul dan pantatnya terus menggelinjang-gelinjang menahan terpaan nikmat birahinya.

Aku sudah menangkap cairan birahinya yang asin mulai meleleh keluar dari lubang vaginanya. Tanganku kini mulai melakukan eksplorasi pada lubang kemaluannya dan aku rasa tangan Anneke pun sudah sibuk untuk berusaha menembusi lubang anal Mbak Ambar. Saat jari-jariku menusuk masuk ke vaginanya yang semakin membasah kudengar suara lenguhnya yang disertai jambakkan tangannya pada rambutku yang semakin menyakitkan kulit kepalaku. Aku sogok-sogokkan jari-jariku ke lubang itu sambil lidah dan bibirku terus mengulum, menciumi dan menyedoti bibir vagina dan kelentitnya. Sementara Anneke sudah demikian asyik menjilati dan mengecupi lubang anus Mbak Ambar yang terdengar dari suara-suara kecupannya.

"Sudah, sudah, sudah, aku nggak tahan lagi, sudah, sudah..", terdengar permohonan Mbak Ambar penuh harap.
Anneke menghentikan desakan lidah di lubang duburnya dan bangkit berdiri, demikian pula aku melepaskan tusukkan dan jilatan jari dan lidahku dari nonoknya. Tenyata keinginan kami sama, aku dan Anneke langsung berpagutan, aku menciumi aroma wajah dan bibirnya yang barusan tenggelam di belahan pantat Mbak Ambar, dan Anneke berusaha menyedoti bibir dan mulutku yang sebelumnya tenggelam dalam nonok Mbak Ambar.

Rasanya kami memerlukan tempat yang lebih mungkin untuk tingkat lanjutannya yang lebih jauh menuju menuju puncak-puncak nikmat birahi. Dan Mbak Ambar sendiri saat ini masih terpecah perhatiannya pada anak-anaknya yang nampaknya sedang bergerak menepi untuk naik ke dermaga.


Makan siang di Pulau Bidadari terasa sangat nikmat. Juru masak menyajikan ikan kerapu bakar dengan sambalnya yang sangat sedap, 2 buah lobster besar yang dikukus dan diberi saus tiram dengan tomat dan lada hitam, salad mangga campur udang kukus. Kulihat putra-putri Mbak Ambar sangat kelaparan sepulang berselancar tadi. Kami makan enak secukupnya. Aku sendiri tidak makan terlampau banyak, pikiranku ke sedapnya nonok Mbak Ambar tadi membuat makanku tidak begitu berselera. Sementara Anneke yang memang dasarnya gembul, senang aku makan sedikit, dia habiskan ikan bakar dan bersihkan kepala lobster yang masih sarat berdaging itu Saat dia menjilati tempurung lobster yang kemerahan oleh bumbu tomat itu aku bayangkan bagaimana sedapnya dia menjilati celah bokong Mbak Ambar tadi. Aku menelan ludahku.

Beberapa saat sesudah selesai makan aku lihat Mbak Ambar ngomong-omong dengan manager pulau dan anak buahnya. Mereka akan ke pulau Edam untuk mengambil bubu ikan yang secara rutin setiap minggu diambil hasil tangkapannya. Anak-anaknya kepingin ikut untuk snorkeling di sana. Mbak Ambar tidak kuatir dengan anak-anaknya yang sudah sangat paham tentang hal-hal yang berkaitan dengan laut. Mereka tahu apa yang boleh dan tidak boleh selama melakukan skin divingnya. Anak-anak yang juga akan didampingi kembali oleh petugas yang memang khusus melayani tamu-tamu pulau untuk snorkelling atau skin diving di sekitar Kepulauan Seribu ini. Tentu saja Mbak Ambar memerlukan kepastian menyangkut keselamatan dan keamanan anak-anaknya. Dan itu berarti dia bisa leluasa untuk bercumbu dengan aku dan Anneke tanpa harus khawatir tentang anak-anaknya.

Kini sambil menyaksikan persiapan dan menunggu keberangkatan mereka kami bertiga duduk di pasir putih di bawah pohon ketapang yang teduh. Kami benar-benar dirundung dendam birahi sejak percumbuan ber-tiga yang terhenti di benteng tua VOC tadi. Setiap kali mata-mata kami saling menatap penuh rindu dan khayal untuk selekasnya bisa saling menyentuh kembali. Kami telah memadu janji bahwa sepanjang waktu di Pulau Bidadari ini merupakan waktu-waktu cinta segi 3 kami yang tak akan terpisahkan.

Tiba-tiba kami tergiring untuk melakukan aktifitas seksual secara terbatas dalam bentuk saling berpandang mata, saling menyentuh dan saling membisikkan kata-kata cinta dalam bahasa erotis penuh nyala birahi. Orang-orang yang bercinta lewat phone sex atau chatting atau mailing, adalah orang-orang yang memiliki kreatifitas dan daya imaginasi tinggi untuk melakukan eksplorasi birahi hanya berdasarkan suara atau tulisan partnernya. Adapun yang kami lakukan kini memiliki kondisi dan sarana yang jauh lebih lengkap. Kami bisa saling memandang berdekatan, saling menyentuh halus dan saling menunjukkan ekspresi wajah dalam menyatakan ungkapan cinta kami tanpa mengundang kecurigaan orang-orang lain di sekitar kami. Dengan mengeksploitasi daya kreatifitas dan imajinasi seksual, kami langsung terhanyut dalam cinta pandangan mata, sentuhan dan ungkapan kata-kata penuh nafsu birahi. Tamparan-tamparan erotis langsung melanda perasaan kami. Derita dan siksa nikmat langsung merampas degup jantung dan nafas-nafas kami.

Begitulah yang terjadi saat Mbak Ambar menyibak rambut Anneke, meniup telinganya dan berbisik, maukah Anneke dengan tetap memakai celana dalamnya menduduki wajahnya? Kemudian bolehkah dia menghirupi aroma, mencium dan melumati celana dalmnya hingga kuyup oleh ludahnya? Anneke sesaat memandang Mbak Ambar kemudian menengok ke aku kemudian meremas tangan Mbak Ambar dan menjawab dalam bisikkan pula. Anneke akan memenuhi permintaan Mbak Ambar apabila aku bersedia melepasi celana dalamnya yang kuyup oleh ludah Mbak Ambar untuk kemudian mengisep-isep basahnya.

Hatiku yang tergetar mendengar seronok Anneke ganti bertanya dalam serak tenggorokanku, maukah Mbak Ambar membuang hajatnya di depanku dan Anneke, kemudian memberikan pantatnya kepadaku untuk kuceboki dengan lidahku. Kutambahkan pula agar Anneke terlebih dahulu meludahi lubang pantat dan bukit bokong Mbak Ambar sebelum aku mulai menjilatinya?

Mendengar suara serakku Anneke langsung cerah wajahnya, dia sangat terangsang dengan ungkapan-ungkapan erotis cinta ala hewaniah yang keluar dari mulutku. Dan kini hak Anneke untuk bicara, bahwa dia mau melakukan apa yang aku minta apabila aku bersedia mengencingi mulutnya. Dia sangat kehausan dan ingin minum langsung dari pancuran kencingku.

Mendengar ucapan Anneke aku menggelinjang, aku merasakan nonokku membasah. Aku melihat Mbak Ambar juga sangat gelisah. Dia menyambung bahwa dia akan membuang hajatnya di depanku dan Anneke asal tangan-tangan lentikku mau meremasi kotorannya dan membersihkan serpihan yang menempel di jari-jariku dengan lumatan mulutku seperti seseorang yang sehabis makan membersihkan makanan yang tertinggal di jari-jarinya. Anneke kembali menyambung bahwa dia juga ingin meremasi kotoranku kemudian mengusapi tubuhnya dengan tangannya yang penuh serpihan kotoran tersebut.

Dengan matanya yang dirasuki nyala birahi, Mbak Ambar kembali berbisik, maukah aku jadi budaknya? Dan menjadikan wajahku sebagai alas kakinya? Bersediakah aku setiap pagi menunggu Mbak Ambar melepas hajat paginya kemudian memandikan dia dengan lidahku dengan cara menjilati lehernya, ketiaknya, selangkangannya dan seterusnya hingga seluruh celah tubuhnya bersih oleh lidahku?

Ah, benar kata para ahli cinta. Apabila seseorang sedang jatuh cinta, maka apapun yang keluar dari tubuh orang yang dicintainya akan nikmat rasanya. Dan walaupun masih sebatas kata-kata tentang aroma ketiak, wanginya selangkangan, aroma pantat dan dubur, rasa kecut dari kuning pekat celana dalam atau BH yang belum dicuci, asin keringat, manis atau gurihnya ludah, pesingnya air kencing bahkan juga bau dan rasa kotoran dari orang yang dicintainya, aku langsung merinding dan bergetar saat mendengar ucapan Mbak Ambar padaku. Jantungku berdegup kencang membayangkan bagaimana aku melumati anusnya yang masih tersisa serpihan-serpihan kotoran beban paginya. Aku memandang Mbak Ambar dengan penuh nanar. Nonokku langsung membasah oleh cairan birahiku.

Demikian pula Anneke, saat mendengar bisikkan Mbak Ambar untukku dia langsung gemetar menahan gelegak nafsunya.. Aku tak tahan melihat bibirnya yang terbuka menunggu bibirku melumatinya. Dia meremas dan mencakar betisku menahan desakan birahinya sambil menyambung bisikannya.
"Mbak Marini, aku ingin kembali minum langsung dari memek Mbak, saat cairannya membanjir dari orgasme yang Mbak peroleh".
"Dan sudikah Mbak Marini kencing di depanku dan Mbak Ambar?".
"Kami ingin mencuci muka kami dan minum air kencing Mbak Marini".
Mbak Ambar yang mendengar bisikan Anneke menggigit bibirnya. Dia memandang aku dan mengerdipkan matanya yang mentatakan keinginannaya sebagaimana yang dikatakan Anneke. Bahkan dia setuju dan memperdengarkan kembali suara lembut dari bibirnya.
"Nanti Anneke dan Mbak Marini ikut saat aku buang air besar. Aku tidak akan cebok kecuali dengan lidah Mbak Marini".
"Dan aku akan meludahi dulu bokong dan lubang dubur Mbak Ambar sebelum Mbak Marini menjilatinya", sergah Anneke.

Demikianlah omongan kami yang meloncat-loncat liar dan acak-acakan tetapi sarat dengan pesan nafsu birahi yang penuh rindu dendam. Ucapan-ucapan seronok dan kotor yang keluar dari mulut-mulut mungil dan cantik kami mendongkrak libido dan membuat darah dan hati kami panas-dingin.

Perahu di dermaga nampaknya telah siap untuk bertolak, Mbak Ambar bergegas mendekat untuk melepas anaknya, aku lihat betapa bokongnya yang sintal semakin sintal dengan celana hotpants putih lembutnya. Sungguh dia menjadi bidadari di Pulau Bidadari ini. Tangan Anneke meremasi jemariku yang langsung kutarik ke mulutku, kulumati jari-jarinya, dia mendesah.
"Mbak Marini, aku ingin ngentoti pantat Mbak Ambar, aku ingin melahap pahanya, betisnya. Aku dendam banget dengan kecantikannya. Rasanya aku tak mau terpisahkan darinya".

Sementara perahu menuju ke Pulau Edam bergerak menjauh, Mbak Ambar berteriak memanggil kami,
"Ayo, kita keliling pulau lagi", kami tahu maksudnya.
Anneke bangkit dan mengangkatku berdiri. Kami mengikuti jalannya Mbak Ambar. Sesiang itu kami habiskan waktu untuk saling bercumbu di tempat-tempat sunyi sekeliling pulau sambil menikmati segarnya angin laut Kepulauan Seribu.
Dan saat aku kebelet untuk kencing dengan sepenuh nafsu Mbak Ambar dan Anneke benar-benar berebut menampung dengan tangannya kemudian meminumnya dan mencuci tubuh mereka dengan air kencingku. Demikian pula ketika Mbak Ambar kebelet kencing aku dan Anneke minum kencingnya, bahkan Mbak Ambar langsung menyiramkan pancuran kencingnya ke mulut dan tubuh kami. Cairan pekat kuning itu meresap ke BH-ku. Aku sengaja simpan dan tak pernah mencucinya hingga kini.

Waktu malamnya Mbak Ambar tidak bisa menyertai kami. Dia mesti bersama anaknya di pondoknya. Aku dan Anneke menghabiskan malam dengan penuh cumbu rayu, telanjang melepas semua baju-baju, dengan membuka semua jendela dan pintu-pintu. Alam pulau dan laut Pulau Seribu yang ramah memberikan kepuasan rindu birahi pada kami. Beberapa kali kami meraih orgasme.

Pagi harinya, saat matahari terbit memancar menghangatkan tubuh kami yang tergolek berjemur di bangku-bangku panjang di depan pondok kami Mbak Ambar datang.
"Hey, aku habis buang air dan belum kubersihkan pantatku".
Kami langsung tahu dan ingat akan janjiku yang selalu siap jadi budaknya untuk membersihkan beban paginya. Anneke langsung bangkit dan menarik tanganku mengikuti Mbak Ambar memasuki cottage kami. Dan pagi itu sesudah Anneke membuang ludahnya di seputar lubang dubur Mbak Ambar dia mengambil dildonya untuk dimainkan kedalam kemaluannya sambil mendekatkan wajahnya untuk menyaksikan bagaimana aku melaksanakan janjiku. Dan Mbak Ambar sendiri langsung menggelinjang sambil mendesah dan merintih saat lidahku menyentuh analnya.Tangan dan jari-jarinya menggosok-gosok dan mengocoki bibir dan lubang kemaluannya dengan cepat.

Aku merasakan sebuah sensasi erotik penuh nafsu hewaniah yang demikian mendesaki libidoku. Aku menjalankan tugasku dengan sangat sangat terhanyut hingga aku mendapatkan orgasmeku walaupun tak ada yang menyentuh nonokku. Aku langsung jatuh terkulai. Aku mendapatkan kepuasan tak terperi dari apa yang diberikan Mbak Ambar padaku. Masih sempat kudengar desahan dan rintihan histeris dari bibir-bibir cantik Mbak Ambar dan Anneke yang disertai tangan dan jari-jari mereka yang bergerak-gerak cepat menggosok dan menusuki kemaluannya. Mereka sedang diburu nafsu birahinya yang sekaligus mengejar orgasmenya. Dan beberapa detik kemudian Mbak Ambar dan Anneke menyusul rubuh terkulai di sampingku. Itulah sarapan pertama kami sebelum kentongan restauran pulau memanggil untuk sarapan bersama. Dan itu pulalah kesempatan pertamaku yang kulakukan dengan penuh terpaan sensasi erotikku. Aku benar-benar merasakan betapa cintaku pada Mbak Ambar tak bisa kuungkapkan dalam kata-kata lagi. Dan dengan cintaku yang menggebu itu apapun yang keluar dari tubuh Mbak Ambar terasa sedap bagiku.

Pagi itu sesudah selesai sarapan pagi bersama di restoran yang ramah itu kami bersiap untuk kembali ke Jakarta. Kami tak sempat bercumbu lagi dengan Mbak Ambarwati, tetapi pertemuan dengannya memberikan aku khasanah baru, apapun yang keluar dari dia, merupakan kenikmatan erotis yang tak pernah kulupakan.

Sepanjang pelayaran pulang menuju Jakarta kami menyaksikan kebahagiaan keluarga manis-manis itu. Mbak Ambarwati, ibu muda yang cantik penuh pesona bersama putra-putrinya yang jago layar dan snorkelling telah mendapatkan kesenangan dan kegembiraannya.

Sementara itu Anneke dan aku berbahagia karena pengalaman baru yang kami dapatkan dari Pulau Bidadari selalu menyertai saat saling melepas rindu birahi. Hal-hal yang kami alami bersama Mbak Ambar di pulau itu kami lakukan kembali saat kami tenggelam dalam cumbu. Dan Anneke kembang liar dari Madiun itu kian nampak matang dan dewasa. Dia bukan lagi sekedar seorang mayoret yang mempesona atau anak Paskibraka yang sensual, tetapi Anneke telah siap menjadi seorang perempuan eksekutif di kantornya yang baru di Jakarta.

Besok dia sudah mulai masuk kerja. Dia kini berkonsentrasi penuh untuk memulai karirnya sebagai seorang professional yang menuntutnya untuk selalu enerjik, penuh kreatifitas dan imajinasi.

Comments :

0 komentar to “Kembang Liar Dari Madiun”

Posting Komentar